07 Mei 2011

HATI-HATI JANGAN JAJAN SEMBARANGAN


Gambar dan Peringatan seperti ini mungkin sudah sering kita lihat dan dengar, kalau timbul masalah keracunan makanan karena jajanan sekolah yang mengandung formalin, boraks, pewarna makanan, pemakaian minyak goreng yang berulang kali, makanan kadaluarsa yang diolah kembali, air minuman yang tidak direbus de

ngan benar, pencemaran timbal (Pb) pada makanan yang dijajakan di pinggir jalan, hingga makanan jajanan yang tidak higienis dan tercemar bakteri E.coli……..baru kita tersadar lagi…………………begitulah kodratnya manusia……………. ingat ingat lupa (seperti judul lagu yang dinyanyikan grup musik Kuburan).

Bila kita melintas di depan sebuah sekolah dasar negeri di daerah Kelapa Gading Timur Jakarta Utara tampak pemandangan yang menyenangkan, melihat anak-anak kecil bergerak kesana kemari penuh keceriaan dan pedagang kaki lima yang menjajakan makanannya.

Pedagang kaki lima kebanyakan ditemukan di sekolah dasar negeri, tapi ada juga beberapa sekolah swasta yang memperbolehkan pedagang ini menggelar dagangannya. Jajanan waktu kita di sekolah dasar itu sangat menarik bila diamati, sebab ide makanannya kebanyakan sangat sederhana dan penuh kreativitas. Mulai dari sosis kiloan yang disulap jadi sate sosis dan diberi siraman kuah cabe merah sampai gulali dengan beragam bentuk yang menarik.

Pada dasarnya anak-anak sekolah dasar kebanyakan suka makanan jajanan, dibanding makanan berat. Mereka menghabiskan uang jajannya untuk membeli jajanan di kantin sekolah maupun pedagang kaki lima di sekitar sekolah dasar.

Kebiasaan jajan pada anak sudah menjadi kebiasaan umum dan ditemui di berbagai tingkat sosial ekonomi masyarakat. Bagi anak yang tidak terbiasa makan pagi, makanan jajanan berfungsi sebagai makanan yang pertama kali masuk ke saluran pencernaan, sehingga pada sebagian orang, jajanan menjadi penting artinya.

Sungguh kontradiksi bukan? Jajanan SD seperti dua sisi mata uang. Baik dan buruknya berjalan beriringan, selain banyak kandungan zat kimia yang digunakan bertentangan dengan tubuh. Sebut saja, mulai boraks, formalin, MSG, dan masih banyak kawan-kawannya yang lain. Dilain sisi, jajanan ini diperlukan sebagai makanan tambahan anak.

Coba kita perhatikan, ada berapa macam jenis jajanan yang sering dikonsumsi oleh anak-anak sekolah? Jajanan anak sekolah dasar biasanya lontong, otak-otak, tahu goreng, mie bakso dengan saus, es sirop, sate sosis dengan saus, empek-empek dan lain sejenisnya. Selain kontaminasi mikrobiologis, kontaminasi kimiawi yang umum ditemukan pada makanan jajanan kaki lima adalah penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) ilegal seperti boraks (mengandung logam berat Boron), formalin (pengawet mayat), rhodamin B ( pewarna merah pada tekstil), dan methanil yellow (pewarna kuning pada tekstil). Bahan-bahan ini terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit antara lain kanker dan tumor pada organ tubuh manusia.

Belakangan juga terungkap bahwa dampak makanan tertentu ternyata mempengaruhi fungsi otak termasuk gangguan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perilaku tersebut meliputi gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan emosi, gangguan bicara, hiperaktif hingga memperberat gejala pada penderita autis.

Pengaruh jangka pendek penggunaan BTP ini menimbulkan gelaja-gejala yang sangat umum seperti pusing, mual, muntah, diare atau kesulitan buang air besar. Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) dari WHO yang mengatur dan mengevaluasi standar BTP melarang penggunaan bahan kimia tersebut pada makanan. Standar ini juga diadopsi oleh Badan POM dan Departemen Kesehatan RI melalui Peraturan Menkes Nomor 722/Menkes/Per/IX/1998.

Pedagang kaki Lima (PKL) mengungkapkan bahwa mereka tidak tahu adanya BTP ilegal pada bahan baku jajanan yang mereka jual. BTP ilegal menjadi bahan tambahan di jajanan kaki lima karena harganya murah, memberikan penampilan makanan yang menarik (misalnya warnanya sangat cerah sehingga menarik perhatian anak-anak) dan mudah didapat. Makanan yang dijajakan oleh PKL umumnya tidak dipersiapkan secara baik dan bersih. Sebagian besar PKL mempunyai pengetahuan yang rendah tentang penanganan pangan yang aman, mereka juga kurang mempunyai akses terhadap air bersih serta fasilitas cuci dan buang sampah.

Pemerintah telah mengeluarkan banyak peraturan untuk melindungi masyarakat khususnya anak sekolah dari dampak buruk makanan yang tidak sehat seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009, Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen , Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, tetapi tetap saja sanksi dari pelanggaran peraturan ini belum diterapkan dengan tegas.

Sekolah dan pemerintah sebaiknya menyusun program untuk penelitian dan pengawasan terhadap pangan/jajanan anak di sekolah. Teknisnya dengan mengambil sampel jajanan anak sekolah yang kemudian diteliti di laboratorium atau BPOM untuk mengetahui kandungan campuran produk makanan olahan yang di perdagangkan di sekolah. Selanjutnya melakukan sosialisasi dan himbauan ataupun kampanye terhadap konsumen dan produsen jajanan anak untuk tidak memakai campuran barang yang berbahaya dan dilarang menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722 Tahun 1988 yang berisi daftar bahan campuran makanan yang diproduksi dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 239 Tahun 1985 yang berisi tentang bahan campuran makanan yang dilarang.

Sekolah dan pemerintah juga perlu menggiatkan kembali UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dan memanfaatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas kantin sekolah.Upaya ini dilakukan agar keberadaan jajanan di kantin sekolah layak dikonsumsi siswa. Adanya koordinasi antara pihak sekolah, persatuan orang tua murid dibawah konsultasi dokter sekolah atau Pusat Kesehatan Masyarakat setempat sehingga dapat menyajikan makanan ringan pada waktu istirahat sekolah yang bisa diatur porsi dan nilai gizinya.Upaya ini tentunya akan lebih murah dibanding anak jajan diluar disekolah yang tidak ada jaminan gizi dan kebersihannya.

Jadi dapat kita simpulkan bahwa usia anak adalah periode yang sangat menentukan kualitas seorang manusia dewasa nantinya. Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh berkembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. (drg. R. Edi Setiawan-Dit. Bina Kesehatan Anak)

Diposting Direktorat bina gizi dan KIA kemenkes RI

17 April 2010

Kamis, 15 April 2010
Hari Malaria Sedunia 25 April

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka kematian ibu hamil, bayi dan balita. Setiap tahun lebih dari 500 juta penduduk dunia terinfeksi malaria dan lebih dari 1.000.000 orang meninggal dunia. Kasus terbanyak terdapat di Afrika dan beberapa negara Asia termasuk Indonesia, Amerika Latin, Timur Tengah dan beberapa bagian negara Eropa.

Untuk mengatasi malaria, pada pertemuan WHA 60 tanggal 18-23 Mei 2007 telah dihasilkan komitmen global tentang eliminasi malaria bagi setiap negara dan merekomendasikan bagi negara-negara yang endemis malaria termasuk Indonesia untuk memperingati Hari Malaria Sedunia setiap tanggal 25 April. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja dalam menuju eliminasi malaria serta meningkatkan kepedulian dan peran aktif masyarakat dalam penanggulangan dan pencegahan malaria.

Sebagai negara yang endemis malaria, pada tanggal 12 November 1959 pemerintah Indonesia telah mencanangkan komando pembasmian malaria. Upaya ini telah berhasil menurunkan jumlah kasus di Pulau Jawa dan beberapa wilayah lainnya. Hasil-hasil yang telah dicapai akan terus ditingkatkan walaupun dalam kurun waktu 50 tahun upaya pemberantasan malaria telah terjadi berbagai masalah yang dapat meningkatkan kembali (re-emerging) kasus malaria.

Indonesia merupakan salah satu negara yang masih berisiko terhadap malaria karena sampai dengan tahun 2009, sekitar 80 % Kabupaten/Kota masih termasuk katagori endemis malaria dan sekitar 45 % penduduk bertempat tinggal di daerah yang berisiko tertular malaria. Jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2009 sebanyak 1.143.024 orang. Jumlah ini mungkin lebih besar dari keadaan yang sebenarnya karena lokasi yang endemis malaria adalah desa-desa yang terpencil dengan sarana transportasi yang sulit dan akses pelayanan kesehatan yang rendah. Menurut perhitungan para ahli ekonomi kesehatan, dengan jumlah kasus malaria sebesar tersebut diatas dapat menimbulkan kerugian ekonomi mencapai sekitar 3,3 triliun rupiah lebih sebagai akibat dari tidak dapat bekerja selama satu minggu, biaya pengobatan dan lain-lain, belum termasuk biaya sosial seperti menurunnya tingkat kecerdasan anak dan menurunnya kualitas sumber daya manusia yang berdampak pada penurunan produktivitas.

Puncak peringatan Hari Malaria Sedunia di Indonesia akan di selenggarakan di Labuha Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara, pada tanggal 23-24 April 2010 dengan tema " Bersama Kita Berantas Malaria", yang akan melibatkan unsur-unsur terkait seperti lintas sektor, Swasta, LSM, Organisasi Profesi, organisasi kemasyarakatan dan akan dilakukan peresmian Malaria Center oleh Ibu Menteri Kesehatan RI. kemudian akan di selenggarakan kegiatan seperti workshop nasional penelitian malaria di indonesia, pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Eleminasi Malaria, dan kegiatan-kegiatan lainnya di daerah.




Sumber : Subdit Malaria

Diposting oleh yanto, jurusan kesehatan lingkungan Poltekkes depkes Yogyakarta, Program studi epidemiologi kesehatan, esanitarian, epidemiolog

02 April 2010

Hari TB Se Dunia, 24 Maret 2010

TB merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia. Selain itu, Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah India dan China. Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah pasien TB dunia. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif. Dalam pada itu kerugian ekonomi akibat TB juga cukup besar.

Tanggal 24 Maret diperingati sebagai World TB Day atau Hari TB Sedunia. Peringatan ini untuk mengingatkan bahwa TB telah ditemukan sejak lama, yaitu lebih dari 100 tahun yang lalu, obatnya juga telah ditemukan sejak 50 tahun yang lalu, tetapi kasusnya masih tetap menjadi ancaman dunia. Bahkan, tahun 1993 masyarakat dunia menyatakan TB sebagai kedaruratan dunia.

Tahun 1995 Indonesia menerapkan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) sebagai strategi penanggulangan TB yang direkomenasikan WHO. Strategi ini diterapkan sebagai Program TB Nasional di berbagai negara termasuk Indonesia.

Peringatan Hari TB Sedunia (HTBS) tahun ini di tingkat global mengambil tema On the Move Againts Tuberculosis, Innovate to Accelerate Action yang menggambarkan kebutuhan adanya inovasi baru untuk melakukan akselerasi upaya strategis melawan TB. Di Indonesia tema tersebut diterjemahkan menjadi Inovasi dengan slogan Tingkatkan Inovasi, Percepat Aksi melawan Tuberkulosis

Diposting dari depkes RI

oleh Yanto Poltekkes Depkes Yogyakarta, Jurusan Kesehatan Lingkungan, Program study Epidemiologi

17 Maret 2010

Rabu, 17 Februari 2010

KANKER PENYEBAB KEMATIAN NOMER 7 DI INDONESIA

JAKARTA - Data Departemen Kesehatan menyebutkan kanker menduduki peringkat ketujuh sebagai penyebab kematian di Indonesia dengan persentase 5,7 persen.

Menurut data Riskesdas tahun 2008, prevalensi tumor atau kanker di Indonesia adalah 4,3 per 1.000 penduduk.

“Kanker yang paling banyak kasusnya adalah kanker payudara dan kanker leher rahim,” ujar Dirjen P2PL Depkes Prof Tjandra Yoga Aditama dalam rilisnya kepada okezone di Jakarta, Kamis (4/2/2010).

Berdasar SIRS 2007 jumlah penderita kanker payudara sebanyak 8.227 kasus (16.85%). Menurut estimasi Globocan IARC (2002) insiden kanker payudara adalah 26 per 100.000 perempuan dan kanker leher rahim 16 per 100.000 perempuan.

“Dibanding tahun 2006, kanker payudara sedikit menurun (sebelumnya 8.327 kasus menjadi 8.227 kasus, tetapi kanker leher rahim naik dari sebelumnya 4.696 kasus menjadi 5.786 kasus,” ujarnya


Sumber : OKEZONE News
LAPORAN TRIWULAN SITUASI PERKEMBANGAN HIV&AIDS DI INDONESIA

Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi di Indonesia dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (49,07%), berikutnya kelompok umur 30-39 tahun (30,14%) dan kelompok umur 40-49 tahun (8,82%). Berdasarkan jenis kelamin, dari 19.973 kasus AIDS yang dilaporkan, sebanyak 14720 (73,7%) kasus adalah laki-laki, 5163 (25,8%) kasus adalah perempuan dan 90 (0,5%) kasus tidak diketahui jenis kelaminnya. Sedangkan berdasarkan cara penularan, kasus AIDS kumulatif tertinggi melalui Heteroseksual (50,3%), pengguna napza suntik/ penasun (40,2%), dan Lelaki seks lelaki / homoseksual (3,3%).

HIV
Jumlah kasus HIV positif kumulatif berdasarkan layanan VCT sampai 30 November 2009 sebanyak 34257 kasus dengan positive rate rata-rata 10,8%. Kasus baru HIV positif pada triwulan keempat tahun 2009 adalah 5997. Secara kumulatif jumlah kasus HIV positif terbanyak dilaporkan dari Propinsi DKI Jakarta (7766), disusul Jawa Timur (4553), Jawa Barat (3077), Sumatera Utara (2783), dan Kalimantan Barat (1914). Jumlah infeksi HIV pada layanan VCT berdasarkan kelompok risiko sampai 30 Juni 2009 terbanyak pada pengguna napza suntik/penasun (52,18%), kelompok waria (25,89%), dan pasangan risiko tinggi (15,83%). Sedangkan menurut kelompok umur, infeksi HIV terbanyak pada kelompok umur 30-39 tahun (16,49%), disusul umur 20-29 tahun (15,41%), dan umur kurang dari 1 tahun (13,61%).

AIDS
Sampai 31 Desember 2009 jumlah kasus AIDS kumulatif 19.973 kasus yang tersebar di 32 Provinsi di Indonesia. Selama periode Oktober-Desember 2009 kasus AIDS bertambah 1531 kasus. Sehingga kasus AIDS di Indonesia selama tahun 2009 (Januari-Desember) sebanyak 3863 kasus. Sedangkan proporsi kasus AIDS yang dilaporkan telah meninggal adalah 3846 (19,3%). Berdasarkan Propinsi yang melaporkan, kasus AIDS terbanyak di Jawa Barat (3598), berikutnya Jawa Timur (3227), DKI Jakarta (2828), Papua (2808), Bali (1615), Kalimantan Barat (794), Jawa Tengah (717), Sulawesi Selatan (591), Sumatera Utara (485), Riau (475), dan Kepulauan Riau (333). Kasus AIDS terbanyak pada pengguna Napza suntik di 5 Propinsi adalah Jawa Barat 2628 (73%), DKI Jakarta 2002 (70,8%), Jawa Timur 1022 (31,7%), Bali 261 (16,2%), dan Sumatera Barat 224 (67%).
Estimasi populasi rawan tertular HIV di Indonesia tahun 2006 sebesar 193.000. Pada tahun 2014 diproyeksikan jumlah infeksi baru HIV usia 15-49 tahun sebesar 79.200 dan proyeksi untuk ODHA usia 15-49 tahun sebesar 501.400 kasus

Diposting dari Depkes RI


Merokok Sebuah Perilaku yang Irasional

Bagaimana kira-kira tanggapan anda bila anda ditawari oleh seseorang atau iklan tertentu yang gencar menawarkan sebuah produk makanan dan minuman, dimana produk tersebut ternyata dapat menyebabkan anda menderita kanker, dapat menyebabkan anda menderita penyakit jantung, dapat menyebabkan anda impoten, bahkan katanya produk tersebut cenderung makruh dan haram. Produk tersebut juga menawarkan bonus lainnya seperti dapat menyebabkan anda ketagihan dan dapat menyebabkan kebotakan. Bila anda ditawari produk tersebut, mungkinkan anda membeli dan mengkonsumsinya ? Secara rasional tentu kita tidak akan membeli dan mengkonsumsi produk tersebut. Namun bagi produk yang namanya rokok, hal itu ternyata tidak berlaku bagi masyarakat kita.

Konsumsi rokok masyarakat Indonesia ternyata masih cukup tinggi. Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004 (Depkes, 2006) menunjukkan bahwa penduduk usia 15 tahun ke atas yang merokok tercatat sebanyak 34,44%, terdiri dari merokok setiap hari 28,35% dan kadang-kadang 6,09%. Riset Kesehatan Dasar (2007) menunjukkan bahwa penduduk usia lebih dari 10 tahun yang merokok setiap hari sudah mencapai 23,7%. Secara nasional persentase yang merokok tiap hari tampak tinggi pada kelompok umur produktif 25-64 tahun dengan rentang rerata 29% sampai 32%. Hasil penelitian terhadap sektor informal (Bambang Setiaji, 2006) menunjukkan bahwa 85% tukang ojek mempunyai kebiasaan merokok. Rata-rata jumlah rokok yang dihisap tukang ojek adalah 11 batang rokok perhari, dengan rata-rata pengeluaran untuk rokok perhari mencapai Rp 7.500,-.Sebagian besar tukang ojek (85%) pernah mengalami kesulitan uang untuk berobat. Mereka mencari uang untuk berobat dengan cara meminjam (39%), meminta bantuan saudaranya (37%), menjual barang/harta (17%), dan minta kartu SKTM (7%). Hampir semua tukang ojek yaitu 97% merasa khawatir bila suatu saat mereka sakit. Menurut sebagian besar mereka (73%) kekhawatiran yang timbul adalah tidak punya uang dan hilangnya kesempatan mencari nafkah. Sebagian besar tukang ojek (86%)mengatakan bila sakit akan mengganggu pekerjaan sehari-harinya, kurang lebih selama 4 hari. Perkiraan rata-rata kehilangan pendapatan selama sakit kuranglebih Rp 83.000,-

Data dari profil tembakau Indonesia (2008), menunjukkan bahwa belanja rokok rumah tangga perokok diIndonesia menempati urutan nomor 2 (10,4%) setelah makanan pokok padi-padian(11,3%), sementara pengeluaran untuk daging, telur dan susu besarnya rata-ratahanya 2%. Pengeluaran untuk rokok lebihdari 5 kali lipat pengeluaran untuk makanan bergizi. Dilihat dari proporsitotal pengeluaran bulanan, belanja rokok mencapai lebih dari 3 kali pengeluaran untuk pendidikan (3,2%) dan hampir 4 kali lipat pengeluaran untuk kesehatan(2,7%).

Berbagai hasil penelitian baik dalam maupun luar negeri menunjukkan bahwa perilaku merokok terbukti dapat berdampak buruk terhadap kesehatan dan ekonomi keluarga. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan jumlah kematian di dunia akibat konsumsi rokok pada tahun 2030 akan mencapai 10 juta orang setiap tahunnya dan sekitar 70% diantaranya terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan rakyat Indonesia pada tahun 2007 membakar uang untuk merokok senilai lebih dari Rp 120 triliun (Thabrany, 2008).

Kebanyakan dari perokok tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka sedang diperalat oleh produsen rokok agar terus mengkonsumsi rokok demi keuntungan mereka. Propaganda terus dilakukan oleh produsen rokok agar para perokok tetap menggangap kebiasaan merokok sebagai suatu perilaku yang rasional dan umum dilakukan. Padahal sudah jelas perilaku merokok merupakan suatu perilaku yang tidak rasional dan banyak mudharatnya.

Di post dari depkes Ri

by, yanto epidemiologi, kesehatan lingkungan poltekkes depkes yogyakarta

USIA MUDA KENA DIABETES MELITUS (DM)

DIABETES tidak bisa disembuhkan,tetapi bisa dikendalikan. Perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi kunci utama. Fakta membeberkan, setiap 10 detik satu orang meninggal karena komplikasi diabetes dan dalam waktu bersamaan ditemukan dua penyandang diabetes baru.

Data lain menunjukkan, lebih dari 80 juta diabetesi (orang dengan diabetes) berada di wilayah Pasifik Barat dan Asia Tenggara. Di seluruh dunia, diabetes melitus (DM) membunuh lebih banyak manusia dibanding HIV/AIDS. Sedemikian besarnya angka kejadian dan kematian akibat penyakit terkait kadar gula darah itu.Sejak 2007,badan dunia PBB menjadikan 14 November sebagai Hari PBB untuk Diabetes (UN World Diabetes Day). Diabetes merupakan penyakit kronis noninfeksi dan tidak menular pertama yang diangkat PBB.

Sebelumnya, PBB hanya menetapkan Hari TBC,Malaria, dan HIV/AIDS, yang merupakan penyakit infeksi dan menular.Di Indonesia,Hari Diabetes Nasional diperingati lebih cepat,tepatnya 12 Juli lalu. Angka penyandang penyakit yang populer dengan sebutan kencing manis itu memang cukup fantastis, menempati urutan keempat terbesar di dunia.Pada 2006 ditemukan 14 juta diabetesi. Dari 50% yang sadar mengidapnya,hanya 30% yang rutin berobat.WHO memperkirakan, pada 2030 nanti sekitar 21,3 juta orang Indonesia terkena diabetes.

Ada empat kala atau tipe diabetes,yaitu tipe 1,tipe 2,tipe lain (disebabkan adanya penyakit atau faktor lain),dan DM pada kehamilan (gestasional). Diabetes tipe 1 bisa dialami sejak kanak-kanak atau remaja dan si penyandang harus mendapat asupan insulin rutin seumur hidup (baik melalui injeksi maupun inhalasi). Sementara itu,diabetes tipe 2 umumnya dialami orang dewasa dan tidak terkait insulin. Menurut Ketua Indonesian Diabetes Association (Persadia) Prof Dr dr Sidartawan Soegondo SpPD-KEMD FACE, DM tipe 2 merupakan yang terbanyak, yaitu sekitar 95% dari keseluruhan kasus DM.Selain faktor genetik, juga bisa dipicu oleh lingkungan yang menyebabkan perubahan gaya hidup tidak sehat,seperti makan berlebihan (berlemak dan kurang serat), kurang aktivitas fisik,stres.

”Kegemukan adalah faktor kunci terjadinya DM tipe 2. Aspek genetik memang tidak dapat dicegah, tapi gaya hidup bisa diubah,” ujar Sidartawan dalam presentasi yang disampaikan pada peringatan Hari Diabetes Nasional di Jakarta, beberapa waktu lalu. DM tipe 2 sebenarnya dapat dikendalikan atau dicegah terjadinya melalui gaya hidup sehat, seperti makanan sehat dan aktivitas fisik teratur. Namun, seiring perkembangan zaman, terjadi perubahan gaya hidup, seperti konsumsi menumenu junk food yang tinggi kolesterol serta malas bergerak akibat terlalu mengandalkan transportasi dan teknologi yang kian canggih.

DM tipe 2 biasanya ditemukan pada orang dewasa usia 40 tahun ke atas, sekarang menyerang di usia lebih muda.”Tahun lalu usia termuda 20 tahun, sekarang ada anak usia 8 tahun sudah terkena diabetes,” ungkap konsultan metabolik endokrin kelahiran Amsterdam itu. Upaya terbaik yang harus dilakukan adalah pencegahan dengan mendiagnosis prediabetes sejak dini.

Sebab, kalau sudah telanjur terkena, sangat sulit mengobatinya.Komplikasinya pun beragam, seperti kerusakan pembuluh darah dan saraf, infeksi (gangren kaki), gigi goyang atau tanggal,hipoglikemi (kadar gula darah terlalu rendah),impoten,penyakit jantung, stroke,hingga kebutaan. ”Jika sudah terkena diabetes, kadar gula harus dijaga dan dipertahankan sebaik mungkin. Selain berolahraga, pengaturan pola makan berperan penting,” tandas Business Development Manager Kalbe Nutritionals dr Iwan S Handoko. Bentuk penanganannya ada yang bersifat primer (mencegah jangan sampai menjadi diabetes), sekunder (jangan sampai terjadi komplikasi),dan tersier (jangan sampai terjadi kecacatan).

Dipost oleh:yanto, epidemiologi, kesehatan lingkungan polekkes depkes yogyakarta